Banyak orang mengatakan, “Harta Suami itu milik Istri juga.” Bahkan, seorang pengacara pernah berargumen dengan kami secara langsung, “Suami Istri itu kan berbagi tugas. Suami bekerja, Istri yang mengurus rumah, jadi penghasilan suami ya setengahnya milik istri juga”. Semua orang bisa saja punya pandangan, tetapi yang paling penting bagi seorang muslim adalah memastikan, apakah pandangan tersebut sesuai dengan syariat Allah dan Rasul-Nya atau tidak?
Apa itu Harta Gono Gini?
Dalam KBBI, harta gono-gini adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri. Dalam UU Perkawinan Pasal 35 (1), menerangkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Bagaimana Harta Gono-Gini dalam Pandangan Syariat?
Tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang adanya harta gono-gini di atas. Bahwa harta yang diperoleh suami istri selama perkawinan adalah menjadi milik bersama, tidak ada dalam Islam.
Namun, bukan berarti suami istri tidak bisa punya harta bersama. Untuk itu, perlu dipahami dua jenis harta:
- Harta Pribadi, yaitu harta yang dimiliki suami atau istri secara pribadi. Misalnya, suami menerima gaji, warisan, hadiah, dan lain-lain itu milik suami pribadi. Sedangkan Istri menerima gaji, keuntungan usaha nafkah uang, mahar, itu milik istri. Maka, meskipun diikat dengan pernikahan, urusan harta tetap masing-masing. suami tidak boleh sembarangan mengambil harta istri, demikian pula istri tidak boleh sembarangan mengambil harta suami.
- Harta Bersama, yaitu harta yang dimiliki dua orang atau lebih, misalnya suami dan istri, secara patungan membeli rumah dari harta pribadinya masing-masing, maka rumah ini menjadi harta bersama.
Harta Bersama Suami Istri itu Tidak Pasti 50:50
Setelah memahami bahwa tidak semua harta suami istri itu harta bersama, perlu dipahami juga bahwa kalaupun ada harta bersama, tidak harus 50:50.
Sebab, dalam Islam kepemilikan harta bersama atau disebut Syirkah Amlak, itu dilihat dari persentase urunannya.
Misalnya, untuk membeli rumah senilai Rp1 miliar, Suami menabung setiap bulan Rp75 juta, dan Istri menabung Rp25 juta, dikumpulkan dalam 1 rekening. Hingga akhirnya tercapai 1 miliar, rumah tersebut dibeli. Ini berarti kepemilikan rumah tersebut adalah Suami 75% dan Istri 25%.
Status Harta saat Suami Istri Cerai
Berpisahnya suami istri karena perceraian tidak berpengaruh pada hartanya. Harta pribadi suami dibawa oleh suami, harta pribadi istri juga dibawa oleh istri. Untuk harta bersama, tetap milik bersama berdasarkan persentasenya.
Namun, bagaimana kalau harta bersama ini harus dibawa oleh salah satu pihak saja (suami atau istri)? Bagaimana jika persentase suami istri tidak jelas?
Apabila upaya pisah harta ini mengalami masalah, suami istri perlu mengadakan penyelesaian masalah harta bersama ini saat bercerai dengan perdamaian (ash-Shulh).
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allâh adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
QS. An-Nisa 4:128
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلا صُلْحًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ حَرَّمَ حَلَالاً
Ash-Shulh (Perdamaian) itu boleh diantara kaum Muslimin, kecuali perdamaian (yang) menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” [HR. Abu Dawud, no. 3594;
HR. Abu Dawud No. 3594
Jika tidak dapat dilakukan dengan jalan damai, maka diserahkan ke pengadilan, sehingga diputuskan oleh hakim.
Penyelesaian Sengketa Masalah Harta
Dari segi kepraktisan, menempuh shulh secara kekeluargaan lebih mudah dan hemat dibandingkan harus membawa perkara ke pengadilan.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, Islam mendorong agar penyelesaian sengketa harta suami istri itu dilakukan secara damai (shulh) tapi perdamaian tersebut tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Apa maksudnya? yaitu dalam mencari titik temu perdamaian, harus tetap sesuai syariat Allah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam menempuh shulh, suami istri yang bersengketa masalah harta umumnya membutuhkan pihak ketiga untuk membantu kedua pihak mencapai kesepakatannya. Namun, penting untuk dipastikan bahwa pihak ketiga ini netral dan memahami syariat. Pihak ketiga (mediator) dapat berupa individu yang dipercaya atau bahkan lembaga yang dapat mendampingi sengketa harta, seperti SWM.
Wallahu a’lam.
Syariah Wealth Management (SWM) adalah lembaga yang berpengalaman mendampingi sengketa harta keluarga dengan menjadi penengah yang mengingatkan pihak yang berkonflik dan memberikan solusi terbaik sesuai syariat.