Nafkah merupakan salah satu kewajiban dalam Islam dari seorang suami kepada istrinya dalam rangka memenuhi kebutuhan sang istri. Namun, di zaman sekarang banyak masalah nafkah yang dilupakan oleh suami. Misalnya, karena istri dianggap mampu dan mandiri secara finansial (karena berpenghasilan), akhirnya semua kebutuhan didanai bersama, dan bahkan suami luput dari menafkahi istrinya. Ditambah lagi kebutuhan yang semakin kompleks dari primer hingga tersier sampai tidak jelas lagi mana sebenarnya yang termasuk pada kewajiban nafkah, dan mana yang bukan.
Apa itu Nafkah
Arti nafkah secara syariat apabila diringkas dari penjelasan para ulama yaitu apa-apa yang dikeluarkan suami untuk keluarganya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya, termasuk juga pemenuhan kebutuhan biologis istri serta keperluan terkait persalinan.
Merujuk pada kitab Fiqh Muyassar, disebutkan
وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها
“secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”
Dengan demikian, nafkah dapat kita pahami sebagai kebutuhan primer yang wajib dipenuhi suami kepada istrinya.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik“.
QS. Al-Baqarah 2:233
Apa Saja yang Termasuk Nafkah?
Pada umumnya, para ulama menjelaskan nafkah itu mencakup makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Dalilnya adalah sebagai berikut.
ولهنَّ عليكم رزقُهن وكسوتُهنَّ بالمعروفِ
“wajib bagi kalian (para suami) memberikan rizki (makanan) dan pakaian dengan ma’ruf kepada mereka (para istri)”
HR. Muslim No. 1218
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu”
QS. Ath-Thalaq 65:6
Seberapa banyak nafkah yang harus dipenuhi suami kepada istrinya?
Kadar nafkah dari suami kepada istri sifatnya menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi suami istri. Apabila suami termasuk orang yang mampu secara ekonomi, maka nafkahnya sebagaimana kadarnya keluarga yang mampu. Demikian pula sebaliknya, jika suami termasuk orang yang kurang mampu, maka nafkahnya sebagaimana kadarnya keluarga yang kurang mampu.
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا
‘”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan“.
QS. Ath-Thalaq 65:7
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa nafkah itu sesuai dengan keadaan umum yang diterima kalangan para istri di negeri mereka, tanpa berlebihan maupun pelit, sesuai dengan kesanggupannya dalam keadaan mudah, susa, ataupun pertengahan.
Bagaimana jika suami memberikan lebih dari kebutuhan primer istri?
Pemberian suami kepada istri di luar kebutuhan primernya merupakan sedekah yang paling utama. Sehingga, hendaknya para suami jangan membatasi pemberian kepada istri hanya yang primernya saja. Justru, memberikan dukungan pendidikan (buku, misalnya), kendaraan, jajan, dan lainnya menjadi sedekah yang sangat afdhal.
أربعةُ دنانيرَ : دينارٌ أعطيتَه مسكينًا ، دينارٌ أعطيتَه في رقبةٍ ، دينارٌ أنفقتَه في سبيلِ اللهِ ، و دينارٌ أنفقتَه على أهلِك ؛ أفضلُها الذي أنفقتَه على أهلِك
“empat jenis dinar: dinar yang engkau berikan kepada orang miskin, dinas yang engkau berikan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, yang paling afdhal adalah yang engkau infakkan untuk keluargamu”
HR. Al Bukhari (Adabul Mufrad 578)
Bagaimana Jika Istri Juga Berpenghasilan?
Istri yang berpenghasilan tidak menggugurkan kewajiban nafkah suami. Sebab, Istri dinafkahi suami bukan karena istrinya tidak mampu, tetapi karena statusnya sebagai istri yang telah menyerahkan dirinya kepada suami.
Terlebih lagi apabila berpenghasilan karena istri bekerja tetapi tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, dan bekerja karena seizin suaminya, maka ia tetap berhak mendapatkan nafkah.
Lain halnya apabila istri bekerja tanpa izin suami dan tindakannya menunjukkan kedurhakaan (nusyuz), maka menurut jumhur ulama tidak wajib dinafkahi.
Bagaimana jika suami istri menggabungkan penghasilannya?
Penggabungan harta suami istri harus memiliki akad yang jelas. Sebab, hal itu dapat tidak jelas mana pemberian suami dalam pemenuhan kewajibannya, dan mana pemberian suami untuk menggabungkan harta bersama. Dalam kondisi yang tidak jelas, suami istri akan ribut masalah harta gono-gini.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya mengenai harta gono-gini. Pelajari selengkapnya di sini: Harta Gono-Gini dalam Islam dan Solusinya
Wallahu a’lam.
Syariah Wealth Management (SWM) adalah lembaga yang berpengalaman mendampingi keluarga dalam mengelola hartanya dengan solusi yang syar’i dan profesional.