Awas! Ini Ciri-Ciri Properti Syariah Abal-Abal

Dengan munculnya kasus-kasus penipuan berkedok properti syariah, bagaimana tips membeli atau berinvestasi di properti yang mengaku syariah?

Besarnya peluang pasar Properti Syariah menjadi celah penipuan oleh oknum

Dunia jual beli properti, mulai dari rumah kecil, kompleks perumahan, bahkan hingga gedung tinggi, sering sekali berkaitan dengan masalah riba dan gharar. Data tahun 2022 menunjukkan bahwa 75% orang Indonesia membeli rumah dengan KPR. Sedangkan kita ketahui, rata-rata KPR dilakukan secara riba. Belum lagi dengan segenap asuransi-asuransi yang menyertai, mulai dari asuransi untuk propertinya, maupun asuransi untuk pembeli yang mencicil propertinya.

Maka dari itu, penawaran properti syariah sangatlah diminati. Dengan akad yang syar’i, bebas riba dan gharar, membuat kita tenang untuk membelinya. Ditambah lagi, konsep huniannya yang memiliki syar’i, dengan masjid dan majelis ta’lim, misalnya. Siapa yang tidak tertarik?

Sayangnya impian itu menjadi jebakan oleh banyak oknum properti abal-abal untuk dengan mudahnya menipu para pembeli. Bahkan sampai ada yang mengatakan,

Cuma modal flashdisk dan brosur semua bisa menipu pembeli yang sangat mencari-cari properti syariah.

Jangan terjebak, ini ciri-ciri properti syariah abal-abal

Syariah Wealth Management sejak 2018 telah mendampingi banyak bisnis di bidang properti. Kami membimbing para developer properti syariah ini bagaimana menjalankan bisnisnya secara syar’i, bukan sekadar kedok atau trik marketing.

SWM mengamati bahwa properti syariah abal-abal itu ada dua jenis.

  1. Developer yang memang benar-benar berniat untuk menipu.
  2. Developer yang awalnya tidak ada niatan menipu tapi seiring berjalannya waktu, karena dikelola asal-asalan, menjadi abal-abal.

Pada akhirnya memakan banyak korban: pembeli, pemilik tanah, dan juga investor.

Berikut ini beberapa ciri untuk mewaspadai properti syariah abal-abal.

1. Akad syariah yang digunakan sekadar istilah saja, aslinya tidak syar’i

Properti syariah biasanya bekerjasama dengan Bank Syariah untuk menyediakan cicilan rumah (KPR) yang syar’i dan bebas riba. Padahal, proses akadnya tidak syar’i, alias sekadar nama saja. Misalnya, Bank X menawarkan akad murabahah untuk KPR, tetapi konsumen diharuskan bayar DP dahulu ke developer, atau akad tapi rumahnya masih inden. Praktik-praktik tersebut dianggap biasa oleh banyak orang, padahal hal itu bisa menjadikan akadnya tidak sah dan justru menjadi riba.

Hal-hal di atas banyak terjadi karena dari pihak konsumen maupun developer “syariah” yang tidak paham skema syariahnya dengan benar.

Selain itu, banyak juga properti abal-abal yang mengiming-imingi cicilan tanpa bank, alias kredit inhouse (cicil langsung ke developer). Oknum developer bisa memanfaatkan ini untuk menipu konsumen. Karena hanya melibatkan developer dan konsumen saja, developer bisa meminta konsumen (yang awam) agar perjanjian jual belinya bawah tangan saja atau dengan kata lain, akadnya tidak jelas.

Akibatnya, spek rumah tidak sesuai, pembangunan terus mundur, tanpa ada pertanggungjawaban atau ganti rugi yang syar’i dari developer.

2. Perizinan dan legalitas tidak lengkap

Banyak pula developer baik yang mengaku syariah maupun yang biasa, mengabaikan masalah perizinan. Jangan kira hal ini tidak ada kaitannya dengan syariah, ya. Sebab Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (penguasa) di antara kamu.

(QS. An-Nisaa’: 59)

Ada banyak perizinan yang harus dikantongi developer properti syariah sebelum membangun apalagi menawarkan propertinya ke konsumen. Mulai dari KKPR, Persetujuan Lingkungan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau sekarang menjadi Persetujuan Bangun Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), semua itu harus dipastikan dimiliki oleh developer.

Sebab, tanpa memenuhi perizinan yang ditetapkan pemerintah, developer secara hukum tidak dibolehkan membangun properti. Perizinan biasanya diabaikan karena alasan biaya atau bisa jadi karena tanah tersebut terlarang untuk dibangun. Pada akhirnya, konsumenlah yang akan menanggung akibatnya kelak. Bahkan, risikonya dapat berupa pembongkaran paksa.

3. Kepemilikan lahannya belum tuntas dan bahkan bermasalah

Di antara banyak kasus properti syariah abal-abal, masalah ini yang paling ramai dibicarakan. Developer properti banyak yang sudah jualan properti, kelihatannya sedang dilakukan pembangunan, tetapi status lahannya masih bermasalah.

Misalnya, lahan tersebut belum dibayar lunas oleh developer karena dibayar secara cicil menggunakan uang pembayaran dari konsumen. Terbayang kan, apa yang terjadi kalau penjualannya sepi dan akhirnya developer tidak mampu bayar ke pemilik tanah?

Kasus lain yang kami temukan juga, yaitu rumah sudah dibangun, sudah laku, tapi ternyata tanahnya sengketa. Developer membangun tanah di bagian depan (pinggir jalan), padahal menurut pengakuan pemilik tanah, yang dibeli oleh developer adalah tanah di bagian belakang!

4. Tidak punya modal

Kita pasti setuju kalau bisnis properti itu bisnis yang padat modal. Untuk membeli tanah, membangun rumah, memasarkannya, semua butuh modal. Tidak seperti bisnis dropship yang hampir tanpa modal.

Namun, kenyataannya banyak orang yang didoktrin untuk menjalankan bisnis properti dengan modal kecil atau bahkan tanpa modal untuk sebuah proyek yang besar.

SWM pernah jumpai bisnis properti yang nilai proyeknya hingga ratusan miliar, tetapi modalnya tidak sampai 3 miliar. Bahkan, untuk persyaratan izin usaha atau SIUP kelas menengah saja tidak memenuhi syarat!

Tapi kok bisa berjalan? Modalnya dari mana?

Tentunya, dari uang-uang konsumen yang berhasil dikumpulkan. Untuk membayar lahan, perizinan, kontraktor, iklan, operasional, dan sebagainya.

Masalahnya, pada saat penjualan sedang turun, seluruh pembangunan menjadi mangkrak, dan konsumen hanya bisa gigit jari. Mengapa? karena mereka tidak tahu kalau badan hukum PT developer ini modalnya kecil dan kalaupun bangkrut pun tidak cukup mengembalikan uang-uang konsumen.

Apabila kasusnya seperti ini, bahkan Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi (pakar fikih muamalat kontemporer) mengatakan hal itu termasuk penipuan karena konsumen berada di posisi yang besar sekali risikonya tanpa diberi tahu sebelumnya.

Tips Membedakan Properti Syariah yang Asli dengan yang Abal-Abal?

Merangkum dari beberapa ciri-ciri properti syariah abal-abal di atas, ada beberapa tips yang dapat kita ikuti untuk menghindari penipuan berkedok properti syariah:

  1. Periksa kelengkapan perizinannya
  2. Pastikan status lahan tidak bermasalah
  3. Pelajari akadnya sebelum deal (baik itu KPR maupun inhouse)
  4. Tanyakan dan bandingkan nilai proyeknya dengan modal developernya
  5. Periksa kredibilitas, track record, dan pengalamannya

Wallahu a’lam, semoga Allah hindarkan kita dari developer yang tidak amanah.


Butuh konsultasi mengenai akad/perjanjian kerjasama dengan Bank dan/atau Developer? Insyaa Allah SWM siap membantu Anda

Chat SWM
1
Assalamu'alaikum👋
Ada yang bisa kami bantu?