10 Adab Seputar Utang Piutang, Agar Tidak Jadi Musibah

Hukum asal utang piutang adalah boleh, dan bahkan ini merupakan salah satu bentuk rahmat Allah pada kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hamba Allah yang memiliki kelebihan harta didorong untuk menolong saudaranya yang membutuhkan, salah satunya ialah dengan cara utang piutang.

Sayangnya, kaum muslimin yang tidak memahami hukum dan adab-adabnya justru menyebabkan utang piutang menjadi pintu musibah, hilangnya berkah, dan malapetaka di dunia dan di akhirat.

Ada yang awalnya rukun, menjadi ribut karena utang. Ada yang awalnya kaya, menjadi miskin karena utang. Ada yang awalnya nampak seperti ahli surga, tidak jadi masuk surga karena utang.

Berikut ini 10 hukum dan adab seputar utang piutang:

#1 Berhutang hukumnya halal, selama tidak melanggar Syariat Allah

Halalnya berutang ditunjukkan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, bahwa Allah tidak melarang hal tersebut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian bertransaksi tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS Al-Baqarah: 282)

Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang transaksi utang, justru Allah mengajarkan bagaimana syariatnya dalam berutang.

#2 Memberi utang merupakan amal shalih

Pemberi utang mendapatkan pahala atas kebaikannya memberikan pinjaman. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Tidaklah seorang muslim memberikan pinjaman kepada seorang muslim suatu pinjaman sebanyak dua kali, maka ia seperti telah bersedekah sekali.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ , فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ
Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, shahih).

Ini merupakan mindset yang harus dimiliki seorang muslim. Bahwa Islam memandang perbuatan memberi utang adalah suatu amal shalih dan balasannya adalah dari Allah Azza wa Jalla semata.

#3 Utang Piutang tidak boleh dijadikan sarana mendapatkan keuntungan

Setelah kita mengetahui bahwa utang piutang adalah sarana ibadah untuk mendapat balasan dari Allah, Allah melarang kita menjadikan utang piutang itu sebagai bisnis untuk mendapatkan keuntungan dari manusia (yang berutang).

Dalam akad utang piutang, segala bentuk keuntungan bagi pemberi utang adalah riba.

Salah satu kaidah umum yang seluruh ulama Islam sepakati tentang riba:

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan, maka itu dihukumi haram.”

“Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,
أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُسَلِّفَ إذَا شَرَطَ عَلَى الْمُسْتَسْلِفِ زِيَادَةً أَوْ هَدِيَّةً ، فَأَسْلَفَ عَلَى ذَلِكَ ، أَنَّ أَخْذَ الزِّيَادَةِ عَلَى ذَلِكَ رَبًّا .
“Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka mengambil tambahan tersebut adalah riba.”

#4 Utang piutang dengan keuntungan adalah Riba dan merupakan Dosa Besar

Bukan sekadar haram, riba termasuk dosa besar yang seluruh ulama tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal ini.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum Muslimin telah sepakat akan haramnya riba. Riba itu termasuk kabair (dosa-dosa besar). Ada yang mengatakan bahwa riba diharamkan dalam semua syari’at (Nabi-Nabi), di antara yang menyatakannya adalah al-Mawardi

Allâh berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allâh dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.  (al-Baqarah: 278-279)

Imam Ibnul ‘Arabi al-Mâliki rahimahullah berkata, “Orang-orang jahiliyyah dahulu biasa berniaga dan melakukan riba. Riba di kalangan mereka telah terkenal.  Yaitu seseorang menjual kepada orang lain dengan hutang. Jika waktu pembayaran telah tiba, orang yang memberi hutang berkata, “Engkau membayar atau memberi riba (tambahan)?” Yaitu: Engkau memberikan tambahan hartaku, dan aku bersabar dengan waktu yang lain. Maka Allâh Azza wa Jalla mengharamkan riba, yaitu tambahan (di dalam hutang seperti di atas)

Pada ayat di atas, jelas bahwa kita diperintahkan untuk tidak mengambil riba (tambahan) apapun dari utang. Yang menjadi hak kita adalah pokok utangnya saja. Sedangkan, apabila kita mengambil tambahan dari itu, Allah memberikan ancaman perang terhadap kita.

Adakah perbuatan dosa lain yang ancamannya adalah diperangi Allah selain riba?

#5 Pastikan ada catatan, akad tertulis dan jaminan atas utang piutang.

Dalam satu ayat terpanjang dalam Al-Qur’an, Allah mengajarkan kita untuk mengadakan ikatan yang kuat dan jelas atas transaksi utang piutang yang kita lakukan.

Bentuk pengikatan tersebut adalah berupa catatan atau akad tertulis

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. (QS. al-Baqarah: 282)

dan apabila diperlukan dapat diperkuat dengan adanya barang jaminan

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283)

Hikmah dibalik syariat ini adalah sebagaimana sering kita lihat. Betapa banyak sengketa terjadi karena akad utang piutang yang tidak jelas. Betapa banyak harta orang lain direbut secara zalim akibat utang tidak terbayar, karena kabur atau pura-pura lupa karena tidak ada bukti catatannya.

#6 Usahakan ada barang jaminan, tetapi jangan dimanfaatkan

Pemberi utang hendaknya meminta barang jaminan. Hal ini bukan berarti tidak percaya atau su’uzhan dengan yang berutang, melainkan ini adalah salah satu hal yang dianjurkan oleh Allah.

Mengapa demikian? Tentu kita bisa melihat hikmahnya. Dengan adanya barang jaminan, pemberi utang akan mendapat rasa aman. Sehingga, hubungannya dengan orang yang berutang tidak terganggu. Yang berutang pun akan lebih bersemangat untuk melunasi meskipun pemberi utang tidak menagih dengan zalim.

Betapa banyak hubungan pertemanan atau persaudaraan terganggu karena masalah utang? Adanya jaminan itu bukan hanya mengamankan utang, tapi juga mengamankan hubungan persaudaraan dan pertemanan agar tidak terganggu dari utang piutang.

Namun, ingat bahwa barang jaminan itu tidak boleh dimanfaatkan oleh pemberi utang, karena hukumnya menjadi riba. Yakni, pemberi utang mendapat keuntungan dari utang piutangnya dalam bentuk manfaat barang gadai.

Misalnya, Andi berutang Rp10 juta kepada Hendra dengan menyerahkan sepeda motornya sebagai jaminan. Apabila Hendra menggunakan sepeda motor itu secara gratis, tentu ini menjadi keuntungan bagi Hendra atas pinjaman Rp10 juta kepada Andi. Ingat, ini hukumnya Riba.

Bentuk riba lainnya dalam hal ini adalah seperti pegadaian. Nasabah mendapatkan pinjaman uang, tetapi selama barang gadainya ditahan, nasabah membayar ongkos/sewa penyimpanan barang gadai tersebut kepadanya agar pegadaian mendapatkan keuntungan

Selalu ingat kaidah, “Setiap utang piutang yang ada keuntungan di dalamnya adalah haram”, apapun bentuk atau celah keuntungan tersebut.

#7 Berilah kemudahan kepada yang berutang

Apabila kita memegang teguh mindset bahwa utang-piutang adalah amal shalih, maka kita akan berusaha untuk mengikuti seluruh ajaran Nabi dalam menjalankan transaksi utang piutang tersebut.

Saat pemberi utang ingin menagih hutangnya, tetapi yang berutang sedang mengalami kesulitan membayar, maka berilah kemudahan dan tenggang waktu.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari)

Telah disebutkan juga dalam hadits sebelumnya, Allah menjanjikan pahala sedekah bagi yang memberikan tenggang waktu apabila yang meminjam uang itu sedang kesulitan.

“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya” (HR. Ahmad, shahih)

#8 Membayar utang itu wajib. Enggan membayar utang adalah layaknya seorang pencuri

Selalu ingat bahwa membayar utang itu wajib, sebagaimana telah disepakati dalam akad. Wajibnya membayar utang itu tidak menunggu apakah si pemberi utang itu sedang butuh uang atau tidak, atau menunggu ditagih atau bahkan diterror.

Sering terjadi orang yang awalnya berniat meminjam uang hingga seperti mengemis, pada akhirnya orang yang sudah meminjamkan uang itu berbalik mengemis (saat menagih utang).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ،‏
“Penundaan (pembayaran hutang oleh) seorang yang mampu adalah kezaliman…” (HR. Abu Daud)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. :
لَيُّ الوَاجِدِ يَحِلُّ عُقُوْبَتَه ُوَعِرْضه
Menunda pembayaran bagi yang mampu membayar, (ia) halal untuk dihukum dan (juga) kehormatannya”. (HR Abu Daud)

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallambeliau bersabda :
أَيُّمَـا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا وَهُوَ مُـجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللّٰـهَ سَارِقًا
Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya maka ia akan bertemu Allâh sebagai seorang pencuri. (HR. Ibnu Majah, Shahih).

#9 Kebiasaan berutang adalah tercela, maka berdoalah kepada Allah

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat sering berdoa untuk dijauhkan dari utang. Bahkan doa beliau untuk dijauhkan dari utang itu bersamaan dengan berdoa untuk dijauhkan dari fitnah Dajjal.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di shalatnya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berhutang“ (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya seberapa sering beliau berlindung dari utang. Beliau menjawab dengan bahayanya kebiasaan berutang akan menjadikan kita terjerumus pada dosa akibat berdusta dan ingkar janji.

 إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ, حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ.
Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berhutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Umar bin Abdul Aziz berkata,

ﻭﺃﻭﺻﻴﻜﻢ ﺃﻥ ﻻ ﺗُﺪﺍﻳﻨﻮﺍ ﻭﻟﻮ ﻟﺒﺴﺘﻢ ﺍﻟﻌﺒﺎﺀ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺪّﻳﻦ ﺫُﻝُّ ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ ﻭﻫﻢ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ، ﻓﺪﻋﻮﻩ ﺗﺴﻠﻢ ﻟﻜﻢ ﺃﻗﺪﺍﺭﻛﻢ ﻭﺃﻋﺮﺍﺿﻜﻢ ﻭﺗﺒﻖ ﻟﻜﻢ ﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﺎ ﺑﻘﻴﺘﻢ
“Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup.”

Maka hendaknya kita berdoa kepada Allah untuk diberi kemampuan melunasi seluruh utang kita dan agar dijauhkan dari kebiasaan berutang.

#10 Selalu ingat bahwa harta tidak dibawa mati, tetapi utang itu pasti dibawa mati.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.” (HR. Ahmad, shahih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ رَجُلًا قُتِلَ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ ثُمَّ أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْـجَنَّـةَ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ.
‘Demi Allâh yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya. (HR. An-Nasa’i, shahih)

Demikian 10 adab utang piutang agar diingat selalu setiap kali berutang, agar transaksi utang piutang menjadi rahmat dan diberkahi Allah, bukan menjadi pintu musibah yang membebani kita di dunia dan di akhirat.

Semoga Allah berikan jalan keluar bagi yang sedang terlilit hutang dan memberikan balasan yang besar bagi yang sedang memberikan utang.

Wallahu a’lam.

Referensi

Chat SWM
1
Assalamu'alaikum👋
Ada yang bisa kami bantu?