Hukum Orang Tua Mewariskan Perusahaan Kepada Anak

kursi perusahaan orang tua

Siapa orang tua adalah memberikan yang tidak mau memberikan yang terbaik untuk anaknya? Orang tua bukan hanya rela memberikan waktu dan usianya untuk menafkahi anak, bahkan rela mewariskan perusahaan hasil jerih payahnya untuk anak.

Perusahaan yang diberikan dari orang tua kepada anak bukan hanya membantu anak untuk meringankan usahanya mencari nafkah, melainkan juga memantapkan orang tua karena sudah ada yang bisa meneruskan bisnisnya.

Namun, terdapat beberapa catatan apabila orang tua ingin memberikan perusahaannya kepada anak. Catatan ini menyangkut hal-hal yang harus diperhatikan orang tua agar pemberian perusahaan tersebut tidak menjadi masalah di kemudian hari.

Pertama, pemberian orang tua harus berlandaskan akad yang jelas.

Kejelasan akad merupakan hal yang sangat penting. Umumnya, orang tua yang mewariskan perusahaannya kepada anak tidak dilakukan dengan akad yang jelas, melainkan hanya sebatas ucapan “Nak, bapak memutuskan agar kamu yang melanjutkan usaha bapak ya.”. Ucapan ini tidak mengandung kejelasan akad.

Setidaknya ada tiga akad yang bisa terjadi pada saat orang tua mengucapkan “lanjutkan usaha bapak”.

  1. Akad Hibah. Pada akad hibah, itu artinya orang tua benar-benar mengalihkan 100% kepemilikannya kepada anak. Orang tua tidak lagi dianggap pemilik, dan tidak punya kontrol apapun atas perusahaan tersebut.
  2. Wasiat. Pada wasiat, itu artinya orang tua menyampaikan keinginannya agar kelak jika bapak sudah tidak ada, maka anak yang ditunjuklah yang menguasai perusahaan tersebut. Masalahnya, wasiat semacam ini tidak sah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “tidak ada wasiat untuk ahli waris”.
  3. Akad Mudharabah. Pada akad mudharabah, itu artinya orang tua meminta agar anak menggantikan posisi orang tua sebagai pengelola bisnis. Yang terjadi apda akad mudharabah adalah pengalihan pengelolaan, bukan kepemilikan. Jadi, anak yang ditunjuk dengan kata lain “bekerja sama bagi hasil” dengan harta (perusahaan) milik orang tuanya. Sedangkan saham perusahaan tersebut masih milik orang tua.
  4. Akad Ijarah. Pada akad ijarah, orang tua menunjuk anak menggantikan posisi orang tua sebagai pengelola bisnis, tetapi tanpa bagi hasil, melainkan gaji tetap. Misalnya, ketika ia menduduki posisi sebagai direktur, ia digaji oleh perusahaan Rp15 juta per bulan. Perusahaan ini masih milik orang tua, dan laba bersih perusahaan pun dimiliki orang tua. Anak yang ditunjuk hanyalah “karyawan” bagi perusahaan orang tuanya.

Ketidakjelasan akad berdampak sekali pada saat orang tua wafat dan perusahaan harus dibagi waris. Anak yang diminta untuk “meneruskan usaha orang tua” akan menganggap perusahaan itu sudah menjadi miliknya. Sedangkan, ahli waris yang lain, tidak memandangnya demikian. Masalah warisan orang tua ini disebabkan karena ketidakjelasan akad orang tua kepada anak.

Kedua, pemberian orang tua kepada anak dilakukan secara adil kepada anak-anak yang lain.

Pemberian orang tua kepada anak yang tidak adil menjadi sumber perpecahan antar anak. Pada waktu kecil, perbedaan kasih sayang orang tua kepada anak sering menyebabkan konflik antar anak. Pada saat dewasa, perbedaan pemberian harta orang tua kepada anaklah yang menjadi sumber konflik yang lebih besar lagi yang dapat merusak hubungan silaturahmi keluarga.

نْ النُّعْمَانِ قَالَ: سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لاَ أَرْضَى حَتَّى أُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَخَذَ أَبِي بِيَدِي وَأَنَا غُلاَمٌ، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّ هَذَا ابْنَةَ رَوَاحَةَ طَلَبَتْ مِنِّي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ، وَقَدْ أَعْجَبَهَا أَنْ أُشْهِدَكَ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ: يَا بَشِيرُ، أَلَكَ ابْنٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَوَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ مَا وَهَبْتَ لِهَذَا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ

Dari an-Nu’man (bin Basyir), beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Ibu saya meminta hibah kepada ayah, lalu memberikannya kepada saya. Ibu berkata, ‘Saya tidak rela sampai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi atas hibah ini.’ Maka ayah membawa saya –saat saya masih kecil- kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, ibunda anak ini, ‘Amrah binti Rawahah memintakan hibah untuk si anak dan ingin engkau menjadi saksi atas hibah.’ Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Basyir, apakah engkau punya anak selain dia?’ ‘Ya.’, jawab ayah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, ‘Engkau juga memberikan hibah yang sama kepada anak yang lain?’ Ayah menjawab tidak. Maka Rasûlullâh berkata, ‘Kalau begitu, jangan jadikan saya sebagai saksi, karena saya tidak bersaksi atas kezhaliman.’ ” (HR. al-Bukhâri)

Oleh karenanya, pemberian orang tua, dalam hal ini perusahaan, harus dilakukan secara adil kepada seluruh anaknya.

Artikel ini disusun oleh Syariah Wealth Management, mengingat begitu banyaknya kasus-kasus waris yang disebabkan oleh ketidakadilan orang tua dalam memberikan perusahaan secara tidak adil kepada anaknya. Hingga akhirnya, diperlukan sesi mediasi khusus untuk mewujudkan keadilan dan keridhoan antar anak.

Jika Anda memiliki masalah yang serupa, tim kami siap membantu Anda dengan solusi yang insyaa Allah sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Chat SWM
1
Assalamu'alaikum👋
Ada yang bisa kami bantu?