“Loh memang MURABAHAH masih bisa RIBA?”
Banyak stigma yang beredar kalau “Bank Syariah sama saja dengan Bank Konvensional“. Bahkan ada juga yang bilang kalau “KPR-KPR syariah itu hanya kedok, praktiknya sama saja dengan konvensional“.
Disclaimer: Artikel ini disusun untuk mengedukasi pembaca mengenai akad syariah dan bukan untuk mendiskreditkan Bank apapun. “BANK” dalam artikel ini pada praktiknya dapat berupa Bank Umum, BPRS, BMT, Koperasi, bahkan juga Perorangan yang menyediakan layanan kredit.
Terlepas dari apakah kita harus setuju atau tidak setuju, kewajiban kita adalah memahami sendiri seperti praktik KPR Syariah yang benar, agar bisa menghindari yang KPR riba, apapun nama/istilahnya. Dengan “label syariah” atau tidak, yang paling penting kita mengetahui apakah praktiknya benar-benar syariah atau tidak.
KPR Syariah disediakan sebagai solusi dari KPR yang riba. Berbeda dengan KPR yang akadnya adalah pinjaman untuk membeli properti, KPR Syariah akadnya biasanya adalah jual beli properti secara murabahah.
Solusi ini mengikuti firman Allah Azza wa Jalla,
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ
QS. Al-Baqarah:275
…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Maka, KPR yang syar’i dilakukan dengan cara jual beli, bukan pinjaman + bunga/margin. Dengan kata lain, Nasabah membeli rumah dari Bank, bukan meminjam uang Bank.
Di sinilah intinya, kalau praktik Murabahahnya adalah pinjaman dan bukan jual beli, Murabah tersebut dapat kita katakan RIBA, meskipun membawa nama-nama syariah.
Tata Cara Murabahah (KPR Syariah) yang Murni Tanpa Riba
Inti dari tahapan murabahah adalah (1) pemilik/developer menjual properti kepada bank (tunai), kemudian (2) bank menjual properti kepada nasabah (kredit). Tata cara murabahah ini sudah diatur secara rinci oleh para ulama kita, baik pada Shariah Standards for Financial Institutions (AAOIFI), maupun Fatwa DSN (MUI)
1. Nasabah memilih properti tapi JANGAN membeli
Jika Nasabah ingin KPR Syariah (membeli properti secara kredit dari Bank), maka Nasabah jangan sampai membeli dahulu propertinya dari developer.
Jangan berakad jual beli, dan jangan pula membayar down payment (DP).
Sebab, kalau Nasabah sudah beli, meskipun belum lunas atau baru bayar DP, berarti rumah tersebut sudah milik Nasabah. Sehingga, secara hukum syar’i Nasabah dianggap sudah punya propertinya dan punya utang kepada pemilik/developer.
Kalau sudah seperti itu, yang bisa dilakukan Bank ialah memberikan pinjaman kepada nasabah. Akhirnya, akadnya ‘murabahah’-nya menjadi riba karena hakikatnya adalah pinjaman uang.
2. Nasabah mengajukan KPR kepada Bank, tapi JANGAN berakad
Setelah memilih properti yang diinginkan, Nasabah dapat menghubungi Bank untuk mengajukan KPR.
Akan tetapi, Nasabah jangan sampai berakad murabahah dengan Bank, sebab, Bank pada saat itu belum memiliki propertinya. Sebagaimana disebutkan dalam Standar Syariah No. 8 Murabahah:
3/1/1 The Institution shall not sell any item in a Murabahah transaction before it acquires such item. Hence, it is not valid for the Institution to conclude a Murabahah sale with the customer before the Institution concludes a purchase contract with the supplier of the item the subject matter of the Murabahah and before it acquires actual or constructive possession of such items, whichcan be achieved when the supplier gives the Institution control over the item or the documents that represent possession thereof [see items 3/2/1-3/2/4]
Shariah Standards No. 8 Murabahah
Bagian ini juga penyebab praktik-praktik murabahah menjadi RIBA. Sebab, jika Nasabah berakad murabahah, dan bahkan membayar DP kepada bank, berarti pada saat itu akad murabahahnya tidak sah karena bank menjual barang yang tidak dia miliki.
3. Bank membeli properti dan melakukan serah terima dari pemilik/developer, dan JANGAN menitip uang ke Nasabah
Melanjutkan tahapan sebelumnya, sebelum Nasabah akad dan bayar DP kepada Bank, Bank harus memiliki dan menguasai propertinya, dengan kata lain, telah ada serah terima dari developer.
Tahapan ini tidak diharuskan Bank melakukan balik nama sertifikat dan lain-lain, yang penting Bank telah akad jual beli dengan pemilik, dan melakukan serah terima propertinya.
Dalam banyak hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menjual barang yang belum kita miliki.
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
(HR.Abu Daud, no. 3505)
Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.‘”
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(HR. Muslim 3915)
مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ
“Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan,
وَأَحْسِبُ كُلَّ شَىْءٍ بِمَنْزِلَةِ الطَّعَامِ
“Menurutku bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.”
Oleh karena itu, untuk bisa menjadi syar’i dengan akad murabahah, Bank harus bisa melaksanakannya dengan benar-benar jual beli, bukan hanya memberikan uang kepada nasabah.
Jangan sampai Bank hanya memberikan uang kepada Nasabah, lalu Nasabah sendiri yang membeli dari pemilik/developer.
JANGAN gunakan Akad Wakalah
Yakni, Bank tahu ia harus membeli dari pemilik, tetapi karena tidak mau/tidak bisa, Bank mengakali hal ini dengan akad wakalah/mewakilkan kepada Nasabah untuk membeli sendiri ke developer.
Para ulama, termasuk DSN MUI (dalam salah satu pemaparannya), menganggap adanya wakalah ini sebenarnya bukan murabahah yang ideal.
Secara kasat mata pun hal ini nampak bahwa hal ini menjadi serupa dengan KPR konvensional. Pada akhirnya Bank memberikan uang kepada nasabah, nasabah membeli sendiri kepada pemilik/developer.
JANGAN terima uang dari Bank (cek rekening Anda)
Murabahah adalah akad jual beli barang, sehingga Nasabah seharusnya mendapat barang, bukan uang.
Pastikan Bank yang membayarnya langsung kepada pemilik/developer, dan bukan memberikan uang ke Nasabah lalu ditransfer ke pemilik/developer.
3/1/4 In cases when the customer is authorized to purchase the item as the Institution’s agent, it is obligatory to adopt procedures which would ensure that certain conditions are observed. These conditions include:
Shariah Standards No. 8 Murabahah
a) the Institution itself must pay the supplier, and not pay the price of the item into the account of the customer as agent, whenever possible
…
Cek rekening Anda, apakah Bank mentransfer uang kepada pemilik/developer atau Bank mentransfer uang kepada Anda (transit, kemudian dikirim ke developer).
4. Pelajari Akad Murabahahnya, JANGAN asal tanda-tangan
Setelah Bank membeli dan melakukan serah terima properti dari pemilik/developer, barulah Nasabah bisa berakad dengan Bank.
Akan tetapi, Nasabah harus pelajari dahulu apa saja isi akad murabahah tersebut, apa konsekuensinya, dan apakah ada pasal-pasal yang dicurigai riba.
Misalnya, denda keterlambatan, asuransi, dan lain-lain.
Dokumen Akad Murabahah KPR bisa jadi rumit dan sulit dipahami. Tanyakan kepada pihak-pihak yang bukan hanya memahami fikih muamalah, tetapi juga memahami dunia hukum serta industri keuangan, agar tidak ada celah riba yang terlewat.
Syariah Wealth Management, misalnya, salah satu yang insyaa Allah bisa diandalkan untuk konsultasikan masalah pembiayaan syariah. Alhamdulillah, SWM telah berpengalaman mendampingi nasabah dalam mempelajari akad-akad syariah, dan bahkan mengoreksi lembaga keuangan syariah jika ditemukan pelanggaran dalam akadnya. Selengkapnya tentang SWM bisa didapat di sini
Demikian tata cara murabahah properti syariah tanpa Riba. Semoga mudahkan niat kita untuk mendapatkan pembiayaan properti yang syar’i dan tidak terjebak riba setelah akad. Yakni, di awal terlalu bersemangat ingin KPR, di tengah jalan baru menyadari kalau akadnya riba.
Wallahu waliyyut taufiq